Sekolah (Tidak) Gratis

    Author: Mr.Randy Genre: »
    Rating

    Masih hangat dalam ingatan bahwa ketika pemilihan gubernur periode lalu, gubernur beberapa daerah menjanjikan hal-hal yang berbau gratis misalnya sekolah gratis. Tentu saja, orang indonesia yang emang otaknya suka yang gratis-gratis dengan senang hati memilih mereka yang berjanji demikian sebagai pemimpin mereka dengan harapan sekolah dan pendidikan mereka gratis. Tentu Misi dalam meningkatkan kualitas pendidikan lewat sekolah gratis ini awalnya patut diacungi jempol.

    Tapi nyatanya, apa yang dirasakan setelah mereka benar-benar terpilih, apakah sekolah gratis yang beliau canangkan berjalan? Ya, dalam praktisnya, program sekolah gratis itu berjalan, tapi itu tidak semaksimal seperti yang diharapkan masyarakat. Sekolah gratis yang diharapkan masyarakat tentu tanpa biaya tapi sarana dan prasarana lengkap, kualitas pendidikan meningkat. Tapi apa daya, kenyataan berkata lain. Kenyataan mengalahkan impian. Logikanya, barang-barang yang berbau gratis tentu kualitasnya ‘dibawah standar’ yang berbayar bukan? Contohnya saja, ketika kita membeli motor ketika bayar cash, akan mendapatkan payung gratis, atau jaket gratis. Apakah payung atau jaket itu akan sama kualitasnya dengan yang ada dipasaran? Tentu tidak sama, tentu lebih rendah kualitasnya.


    Sama halnya dengan sekolah gratis. Kegratisan ternyata berdampak justru menurunkan kualitas kinerja sistemnya. Contoh kecil saja guru sekolah. Dahulu mereka bekerja karena digaji oleh sekolah dari bayaran SPP siswa. Akan tetapi sekarang digaji pemerintah, itupun dengan standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Guru juga manusia, butuh makan, minum serta kebutuhan lainnya. Ketika program gratis tadi dijalankan tentu guru akan putar otak untuk memenuhi kebutuhannya yang semakin meningkat namun gaji minim/kurang bagi mereka.

    Mereka kemudian banyak membuka bimbel untuk siswanya, dan siswanya tidak boleh bimbel ditempat lain, atau guru diam-diam berbisnis dengan buku, menjual buku atau juga keperluan sekolah kepada siswa seperti LKS yang harus dan wajib dimiliki tiap siswa. miris bukan? Tapi itulah kenyataanya di lapangan. Guru tentu menginginkan kebutuhan hidupnya terpenuhi, mau tidak mau, karena sekolah sudah gratis, apalagi yang bisa mereka lakukan selain mengajar tentu mereka lakukan. Mau korupsi uang sekolah?Apa yang mau dikorupsikan, lah wong sekolah udah gratis, paling juga korupsi waktu. Nah penyakit korupsi waktu ini lah yang kadang membuat kualitas pendidikan jauh menurun.

    Itu tadi dari segi guru, sekarang dari sudut pandang siswa, dengan adanya program sekolah gratis, siswa-siswa yang ‘keras kepala’ akan lebih sulit diajak kerja sama daripada sebelum gratis itu dicanangkan. Mereka beralasan toh sekolah juga udah gratis, ngapain juga susah-susah. Akibatnya mereka meremehkan pendidikan mereka. Inilah yang mengakibatkan banyak pelajar yang etika dan perilakunya banyak yang melampaui batas. Bahkan diantara mereka bolos sekolah, pergaulan bebas, melawan guru mereka, dsb karena hal tersebut. Ya, itulah dampak dari “gratis”, terkesan meremehkan karena mudah didapat. Coba analogikan, kita dikasih sesuatu yang gratis, tentu jika hilang tidak begitu sakit dibanding kita mengeluarkan uang untuk mendapatkannya bukan?

    Yang lebih parah adalah fakta terakhir, bahwa sekolah gratis itu hanya sampai tingkat tertentu dan kalangan tertentu saja. Mister sudah merasakan saat sekolah hingga kuliah ini. Saat sekolah, memang iya gratis, tapi kan Cuma SPP doang, yang lain justru banyak, dari beli buku lah, kamus lah, seragam lah, bimbelnya lah dsb. Dan Cuma sampai level sekolah tertentu saja. Buktinya kuliah tidak tersentuh sama sekali dengan program itu. Kalau emang iya program itu baik, kenapa angka tingkat putus sekolah dan tidak sekolah negeri ini masih tinggi? Kenapa masih banyak anak-anak di bawah garis kemiskinan dan anak-anak jalanan yang lebih memilih mengamen atau apalah dari pada sekolah, padahal sekolah kan sudah gratis? Ini membuktikan program ini tidak menyentuh semua pihak.

    Yah, terakhir mister Cuma menyampaikan ini Cuma opini pribadi mister saja. Namanya opini tentu benar dan salah itu tergantung persepsi kita masing-masing sebagai pembaca. Mister tidak menjudge opini ini sepenuhnya absolutely benar, tapi juga tidak menyangkal ada salahnya dalam opini mister. Harapan mister kedepannya para calon kepala daerah nanti bakal merevisi program sekolah gratis ini lebih baik lagi kedepannya, sehingga memang bisa meningkatkan taraf pendidikan Negara yang kita cintai ini. Jika para student ada opini lain atau ada yang mau mengkritisi opini, mohon komentarnya ya. See you again in the next meeting okay bye.

    2 Celotehan Siswa.

    1. Anonim says:

      KOMENNN

    2. miris memang :(
      Begitulah Indonesia masa kini

    Siswa Mister Say: